Kolakanews – Sebagai perusahaan pertambangan nikel berkelanjutan yang berakar kuat di Indonesia dan berkomitmen pada prinsip-prinsip keselamatan khususnya pada area sekitar operasional, PT Vale Indonesia melaksanakan kewajiban melaksanakan simulasi Rencana Tanggap Darurat (RTD) sebagai bagian dari upaya pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat di sungai Larona Malili,Kabupaten Luwu Timur (Sulsel).
Head of Mine Sorowako Operation PT Vale, Iqbal Al Farobi mengatakan, perseroan berkewajiban secara berkala melakukan updating dokumen RTD dan simulasi sebagai pemilik dan pengelola bendungan, yakni Bendungan Batubesi yang dibangun 1978,Balambano yang dibangun 1999 dan Karebbe yang dibangun tahun 2011.
Menurutnya Simulasi dilakukan berdasar studi dan konsultasi penerapan Rencana Tindak Darurat (RTD) yang diatur sesuai Undang-Undang Penanggulangan Bencana No. 24 tahun 2007, Peraturan Pemerintah tentang Bendungan (PP No. 37/2010),Permen PUPR No. 27/PRT/M/2015, dan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP No.21/2008).
Juga bagian dari ketentuan yang diatur dalam Dokumen Panduan RTD Bendungan Seri Sungai Larona yang telah disetujui dan ditandatangani PT Vale, dan Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS-PJ), dan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur pada Juli 2017.
” tiga bendungan tersebut berfungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di ketiga bendungan yang memasok energi listrik sebesar 365 megawatt untuk mendukung operasi Perusahaan,” katanya.
Iqbal menjelaskan simulasi RTD yang pertama kami lakukan pada akhir 2018, direncanakan berkala lima tahun sekali untuk mengetahui sekaligus mengevaluasi kesiapan kita dalam krisis dan kondisi darurat baik karena sebab alam atau ulah manusia.
“Kami berpandangan mitigasi sangat penting. Jangan menunggu krisis terjadi, baru membuat rencana setelah kejadian. Itu sudah terlambat,” tegas Iqbal.
Sementara Bupati Luwu Timur, Irwan Bachri Syam, menyatakan penghargaan atas langkah proaktif dan kolaboratif PT Vale dalam memitigasi bencana.
“Kita tidak pernah berharap adanya bencana, tetapi kalau terjadi banjir akibat kegagalan bendungan maka wilayah paling terdampak adalah Malili. Sekitar 12.000 warga berpotensi menjadi korban dan kerugian dikalkulasi bisa mencapai 300 miliar rupiah,” katanya.
Simulasi ini lanjut Bupati menjadi mekanisme warning untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat sehingga dampak bisa diminimalisir.
Pelaksanaan simulasi ini selain melibatkan personel PT Vale juga ikut terlibat,Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, perwakilan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Luwu Timur, Koramil, Kepolisian, Dinas Perhubungan, Dinas Komunikasi dan Informatika, Dinas Kesehatan, Basarnas, Palang Merah Indonesia, Pemadam Kebakaran, perangkat kecamatan, desa, hingga dusun, Satpol PP, Potensi SAR, serta sejumlah relawan serta warga yang berada di dataran sungai.
Simulasi juga dipantau oleh tim penilai yang berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BPBD) Provinsi Sulawesi Selatan, dan BBWS-PJ.
Usai pelaksanaan simulasi PT Vale meluncurkan aplikasi Early Warning System (EWS), sistem peringatan dini banjir yang memberikan informasi cepat, tepat, dan akurat mengenai kondisi terkini setiap bendungan yang dimiliki dan dioperasikan Perusahaan.
Aplikasi ini melengkapi sistem peringatan banjir Flood Warning System (FWS) yang telah diimplementasikan sejak 2018, berupa peringatan suara sirene apabila level ketinggian air sungai dianggap melebihi batas normal atau berpotensi banjir.
“Aplikasi EWS dirancang untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat serta stakeholder internal dalam menghadapi potensi kondisi darurat, juga menambah pengetahuan masyarakat dan meminimalkan risiko korban jiwa dan kerugian harta benda,” ujar Anom Prasetio, Manager Hydro Dams dan Surveillance menambahkan Aplikasi EWS PTVI dapat diunduh pada platform Android dan iOS.


















